December 16, 2025

SMA Negeri 1 Kota Probolinggo

Sekolah Penggerak

Juara 1 Debat Pendidikan Bahasa Indonesia Se Jawa Timur

Di ruang tamu rumah Callysta yang kami sulap jadi studio kecil, kami bertiga, aku, Grecya, dan Callysta, berdiri di depan kamera untuk take video babak penyisihan lomba debat Pendidikan Bahasa Indonesia yang diadakan oleh Kampus Dr. Soetomo, Surabaya. Saat itu kami mewakili tim kontra, menentang mosi “SMK/SMA/MA harus menggunakan handphone untuk pembelajaran”. Grecya membuka dengan nada tegas sebagai pembicara pertama, aku melanjutkan sebagai pembicara kedua yang memaparkan data dan dampak negatif penggunaan handphone di kelas, sementara Callysta menutup dengan rangkuman tajam sebagai pembicara ketiga. Setelah itu aku kembali di akhir sebagai pembicara penyimpul, menyatukan semua argumen kami dalam satu kesimpulan yang kuat. Meski kami merekam di rumah, keringat kami menetes seolah benar-benar sedang di panggung. Dan ketika akhirnya diumumkan kami lolos ke babak final, rasanya campur aduk, antara bahagia dan makin gugup. Diam-diam, tanpa sepengetahuan sekolah, kami naik kereta pagi-pagi ke Surabaya untuk menuntaskan perjuangan. Babak final jauh lebih mencekam dari yang kami bayangkan. Salah satu lawan kami datang dari Taruna Nusantara, lengkap dengan seragam rapi dan mental baja, bahkan kami sempat tahu salah satu di antaranya adalah cucu Presiden Prabowo. Ketakutan sempat menyelinap ketika melihat nama besar lawan, tapi kami hanya saling pandang, mengingat janji di rumah Callysta: suara kami harus lantang, meski hati bergetar seperti daun. Grecya membuka dengan penuh percaya diri, aku menyusul dengan argumen yang lebih berani, Callysta memperkuat dengan fakta-fakta tajam, dan aku akhirnya menyimpulkan debat dengan suara paling lantang yang kubisa. Di akhir sidang, pengumuman itu terdengar seperti mimpi, kami dinobatkan sebagai juara pertama debat Pendidikan Bahasa Indonesia se-Jawa Timur. Di atas podium kampus Dr. Soetomo, aku tersenyum kecil sambil menatap kedua temanku. Ternyata, diam-diam melangkah bukan berarti kecil; kami buktikan suara yang berani bisa mengalahkan nama besar sekalipun. Dan kami berhasil masuk salah satu koran bergengsi di Probolinggo, yaitu Jawa Pos yang meringkas pengalaman kami.